Bi Eha sudah cukup lama menjadi pembantu di rumah Tuan Hartono. Ini
merupakan tahun ketiga ia bekerja di sana. Bi Eha merasa kerasan karena
keluarga Tuan Hartono cukup baik memperlakukannya bahkan memberikan
lebih dari apa yang diharapkan oleh seorang pembantu. Bi Eha sadar akan
hal ini, terutama akan kebaikan Tuan Hartono, yang dianggapnya terlalu
berlebihan. Namun ia tak begitu memikirkannya. Sepanjang hidupnya
terjamin, iapun dapat menabung kelebihannya untuk jaminan hari tua.
Perkara kelakuan Tuan Hartono yang selalu minta dilayani jika kebetulan
istrinya tak ada di rumah, itu adalah perkara lain. Ia tak
memperdulikannya bahkan ikut menikmati pula.
Walaupun orang kampung, Bi Eha tergolong wanita yang menarik. Usianya
tidak terlalu tua, sekitar 32 tahunan. Penampilannya tidak seperti
perempuan desa. Ia pandai merawat tubuhnya sehingga nampak masih sintal
dan menggairahkan. Bahkan Tuan Hartono sangat tergila-gila melihat kedua
payudaranya yang montok dan kenyal. Kulitnya agak gelap namun terawat
bersih dan halus. Soal wajah meski tidak tergolong cantik namun memiliki
daya tarik tersendiri. Sensual! Begitu kata Tuan hartono saat pertama
kali mereka bercinta di belakang dapur suatu ketika.
Dalam usianya yang tidak tergolong muda ini, Bi Eha – janda yang sudah
lama ditinggal suami – masih memiliki gairah yang tinggi karena ternyata
selain berselingkuh dengan majikannya, ia pernah bercinta pula dengan
Kang Ujang, Satpam penjaga rumah. Perselingkuhannya dengan Kang Ujang
berawal ketika ia lama ditinggalkan oleh Tuan Hartono yang sedang pergi
ke luar negeri selama sebulan penuh. Selama itu pula Bi Eha merasa
kesepian, tak ada lelaki yang mengisi kekosongannya. Apalagi di saat itu
udara malam terasa begitu menusuk tulang. Tak tahan oleh gairahnya yang
meletup-letup, ia nekat menggoda Satpam itu untuk diajak ke atas
ranjangnya di kamar belakang.
Malam itu, Bi Eha kembali tak bisa tidur. Ia gelisah tak menentu.
Bergulingan di atas ranjang. Tubuhnya menggigil saking tak tahannya
menahan gelora gairah seksnya yang menggebu-gebu. Malam ini ia tak
mungkin menantikan kehadiran Tuan Hartono dalam pelukannya karena
istrinya ada di rumah. Perasaannya semakin gundah kala membayangkan saat
itu Tuan Hartono tengah menggauli istrinya. Ia bayangkan istrinya itu
pasti akan tersengal-sengal menghadapi gempuran Tuan Hartono yang
memiliki ’senjata’ dahsyat. Bayangan batang kontol Tuan Hartono yang
besar dan panjang itu serta keperkasaannya semakin membuat Bi Eha
nelangsa menahan nafsu syahwatnya sendiri. Sebenarnya terpikir untuk
memanggil Kang Ujang untuk menggantikannya namun ia tak berani selama
majikannya ada di rumah. Kalau ketahuan hancur sudah akibatnya nasib
mereka nantinya. Akhirnya Bi Eha hanya bisa mengeluh sendiri di ranjang
sampai tak terasa gairahnya terbawa tidur.
Dalam mimpinya Bi Eha merasakan gerayangan lembut ke sekujur tubuhnya.
Ia menggeliat penuh kenikmatan atas sentuhan jemari kekar milik Tuan
Hartono. Menggerayang melucuti kancing baju tidurnya hingga terbuka
lebar, mempertontonkan kedua buah dadanya yang mengkal padat berisi.
Tanpa sadar Bi Eha mengigau sambil membusungkan dadanya.
“Remas.. uugghh.. isep putingnya.. aduuhh enaknya..”
Kedua tangan Bi Eha memegang kepala itu dan membenamkannya ke dadanya.
Tubuhnya menggeliat mengikuti jilatan di kedua putingnya. Bi Eha
terengah-engah saking menikmati sedotan dan remasan di kedua
payudaranya, sampai-sampai ia terbangun dari mimpinya.
Perlahan ia membuka kedua matanya sambil merasakan mimpinya masih terasa
meski sudah terbangun. Setelah matanya terbuka, ia baru sadar bahwa
ternyata ia tidak sedang mimpi. Ia menengok ke bawah dan ternyata ada
seseorang tengah menggumuli bukit kembarnya dengan penuh nafsu. Ia
mengira Tuan Hartono yang sedang mencumbuinya. Dalam hati ia bersorak
kegirangan sekaligus heran atas keberanian majikannya ini meski sang
istri ada di rumah. Apa tidak takut ketahuan. Tiba-tiba ia sendiri yang
merasa ketakutan. Bagaimana kalau istrinya datang?
Bi Eha langsung bangkit dan mendorong tubuh yang menindihnya dan hendak
mengingatkan Tuan Hartono akan situasi yang tidak memungkinkan ini.
Namun belum sempat ucapan keluar, ia melihat ternyata orang itu bukan
Tuan Hartono?! Yang lebih mengejutkannya lagi ternyata orang itu tidak
lain adalah Andre, putra tunggal majikannya yang masih berumur 15
tahunan!?
“Den Andre?!” pekiknya sambil menahan suaranya.
“Den ngapain di kamar Bibi?” tanyanya lagi kebingungan melihat wajah Andre yang merah padam.
Mungkin karena birahi bercampur malu ketahuan kelakuan nakalnya.
“Bi.. ngghh.. anu.. ma-maafin Andre..” katanya dengan suara memelas.
Kepalanya tertunduk tak berani menatap wajah Bi Eha.
“Tapi.. barusan nga.. ngapain?” tanyanya lagi karena tak pernah menyangka anak majikannya berani berbuat seperti itu padanya.
“Andre.. ngghh.. tadinya mau minta tolong Bibi bikinin minuman..” katanya menjelaskan.
“Tapi waktu liat Bibi lagi tidur sambil menggeliat-geliat. . ngghh.. Andre nggak tahan..” katanya kemudian.
“Oohh.. Den Andre.. itu nggak boleh. Nanti kalau ketahuan Papa Mama gimana?” Tanya Bi Eha.
“Andre tahu itu salah.. tapi.. ngghh..” jawab Andre ragu-ragu.
“Tapi kenapa?” Tanya Bi Eha penasaran
“Andre pengen kayak Kang Ujang..” jawabnya kemudian.
Kepala Bi Eha bagaikan disamber geledek mendengar ucapan Andre. Berarti
dia tahu perbuatannya dengan Satpam itu, kata hatinya panik. Wah
bagaimana ini?
“Kenapa Den Andre pengen itu?” tanyanya kemudian dengan lembut.
“Andre sering ngebayangin Bibi.. juga.. ngghh.. anu..”
“Anu apa?” desak Bi Eha makin penasaran.
“Andre suka ngintip.. Bibi lagi mandi,” akunya sambil melirik ke arah pakaian tidur Bi Eha yang sudah terbuka lebar.
Andre melenguh panjang menyaksikan bukit kembar montok yang menggantung
tegak di dada pengasuhnya itu. Bi Eha dengan refleks merapikan bajunya
untuk menutupi dadanya yang telanjang. Kurang ajar mata anak bau kencur
ini, gerutu Bi Eha dalam hati. Nggak jauh beda dengan Bapaknya.
“Boleh khan Bi?” kata Andre kemudian.
“Boleh apa?” sentak Bi Eha mulai sewot.
“Boleh itu.. ngghh.. anu.. kayak tadi..” pinta Andre tanpa rasa bersalah seraya mendekati kembali Bi Eha.
“Den Andre jangan kurang ajar begitu sama perempuan.., ” katanya seraya mundur menjauhi anak itu. “Nggak boleh!”
“Kok Kang Ujang boleh? Nanti Andre bilangin lho..” kata Andre mengancam.
“Eh jangan! Nggak boleh bilang ke siapa-siapa. .” kata Bi Eha panik.
“Kalau gitu boleh dong Andre?”
Kurang ajar bener anak ini, berani-beraninya mengancam, makinya dalam
hati. Tapi bagaimana kalau ia bilang-bilang sama orang lain. Oh Jangan.
Jangan sampai! Bi Eha berpikir keras bagaimana caranya agar anak ini
dapat dikuasai agar tak cerita kepada yang lain. Bi Eha lalu tersenyum
kepada Andre seraya meraih tangannya.
“Den Andre mau pegang ini?” katanya kemudian sambil menaruh tangan Andre ke atas buah dadanya.
“Iya.. ii-iiya..,” katanya sambil menyeringai gembira.
Andre meremas kedua bukit kembar milik Bi Eha dengan bebas dan
sepuas-puasnya. “Gimana Den.. enak nggak?” Tanya Bi Eha sambil melirik
wajah anak itu.
“Tampan juga anak ini, walau masih ingusan tapi ia tetap seorang lelaki juga”, pikir Bi Eha.
Bukankah tadi ia merindukan kehadiran seorang lelaki untuk memuaskan
rasa dahaga yang demikian menggelegak? Mungkin saja anak ini tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan, tetapi dari pada tidak sama sekali?
Setelah berpikiran seperti itu, Bi Eha menjadi penasaran. Ingin tahu
bagaimana rasanya bercinta dengan anak di bawah umur. Tentunya masih
polos, lugu dan perlu diajarkan. Mengingat ini hal Bi Eha jadi
terangsang. Keinginannya untuk bercinta semakin menggebu-gebu. Kalau
saja lelaki ini adalah Tuan Hartono, tentunya sudah ia terkam sejak tadi
dan menggumuli batang kontolnya untuk memuaskan nafsunya yang sudah ke
ubun-ubun. Tapi tunggu dulu. Ia masih anak-anak. Jangan sampai ia kaget
dan malah akan membuatnya ketakutan.
Lalu ia biarkan Andre meremas-remas buah dadanya sesuka hati. Dadanya
sengaja dibusungkan agar anak ini dapat melihat dengan jelas keindahan
buah dadanya yang paling dibanggakan. Andre mencoba memilin-milin
putingnya sambil melirik ke wajah Bi Eha yang nampak meringis seperti
menahan sesuatu.
“Sakit Bi?” tanyanya.
“Nggak Den. Terus aja. Jangan berhenti. Ya begitu.. terus sambil diremas.. uugghh..”
Andre mengikuti semua perintah Bi Eha. Ia menikmati sekali remasannya.
Begitu kenyal, montok dan oohh asyik sekali! Pikir Andre dalam hati.
Entah kenapa tiba-tiba ia ingin mencium buah dada itu dan mengemot
putingnya seperti ketika ia masih bayi.
Bi Eha terperanjat akan perubahan ini sekaligus senang karena meski
sedotan itu tidak semahir lelaki dewasa tapi cukup membuatnya terangsang
hebat. Apalagi tangan Andre satunya lagi sudah mulai berani
mengelus-elus pahanya dan merambat naik di balik baju tidurnya. Perasaan
Bi Eha seraya melayang dengan cumbuan ini. Ia sudah tak sabar menunggu
gerayangan tangan Andre di balik roknya segera sampai ke pangkal
pahanya. Tapi nampaknya tidak sampai-sampai. Akhirnya Bi Eha mendorong
tangan itu menyusup lebih dalam dan langsung menyentuh daerah paling
sensitive. Bi Eha memang tak pernah memakai pakaian dalam kalau sedang
tidur. “Tidak bebas”, katanya.
Andre terperanjat begitu jemarinya menyentuh daerah yang terasa begitu
hangat dan lembab. Hampir saja ia menarik lagi tangannya kalau tidak
ditahan oleh Bi Eha.
“Nggak apa-apa.. pegang aja.. pelan-pelan. . ya.. terus.. begitu.. ya.. teruusshh.. uggh Den enaak!”
Andre semangat mendengar erangan Bi Eha yang begitu merangsang. Sambil
terus mengemot puting susunya, jemarinya mulai berani mempermainkan
bibir kemaluan Bi Eha. Terasa hangat dan sedikit basah. Dicoba-cobanya
menusuk celah di antara bibir itu. Terdengar Bi Eha melenguh. Andre
meneruskan tusukannya. Cairan yang mulai rembes di daerah itu membuat
jari Andre mudah melesak ke dalam dan terus semakin dalam.
“Akhh.. Den masukin terusshh.. ya begitu. Oohh Den Andre pinter!” desah
Bi Eha mulai meracau ucapannya saking hebatnya rangsangan ke sekujur
tubuhnya.
Sambil terus menyuruh Andre berbuat ini dan itu. Tangan Bi Eha mulai
menggerayang ke tubuh Andre. Pertama-tama ia lucuti pakaian atasnya
kemudian melepaskan ikat pinggangnnya dan langsung merogoh ke balik
celana dalam anak itu.
“Mmmpphh..”, desah Bi Eha begitu merasakan batang kontol anak itu sudah keras seperti baja.
Ia melirik ke bawah dan melihat batang Andre mengacung tegang sekali.
Boleh juga anak ini. Meski tidak sebesar bapaknya, tapi cukup besar
untuk ukuran anak seumurnya. Tangan Bi Eha mengocok perlahan batang itu.
Andre melenguh keenakan.
“Oouhhgghh.. Bii.. uueeanaakkhh! ” pekik Andre perlahan.
Bi Eha tersenyum senang melihatnya. Anak ini semakin menggemaskan saja.
Kepolosan dan keluguannya membuat Bi Eha semakin terangsang dan tak
tahan menghadapi emotan bibirnya di puting susunya dan gerakan jemarinya
di dalam liang mem*knya. Rasanya ia tak kuat menahan desakan hebat dari
dalam dirinya. Tubuhnya bergetar.. lalu.., Bi Eha merasakan semburan
hangat dari dalam dirinya berkali-kali. Ia sudah orgasme. Heran juga.
Tak seperti biasanya ia secepat itu mencapai puncak kenikmatan. Entah
kenapa. Mungkin karena dari tadi ia sudah terlanjur bernafsu ditambah
pengalaman baru dengan anak di bawah umur, telah membuatnya cepat
orgasme.
Andre terperangah menyaksikan ekspresi wajah Bi Eha yang nampak begitu
menikmatinya. Guncangan tubuhnya membuat Andre menghentikan gerakannya.
Ia terpesona melihatnya. Ia takut malah membuat Bi Eha kesakitan.
“Bi? Bibi kenapa? Nggak apa-apa khan?” tanyanya demikian polos.
“Nggak sayang.. Bibi justru sedang menikmati perbuatan Den Andre,” demikian kata Bi Eha seraya menciumi wajah tampan anak itu.
Dengan penuh nafsu, bibir Andre dikulum, dijilati sementara kedua
tangannya menggerayang ke sekujur tubuh anak muda ini. Andre senang
melihat kegarangan Bi Eha. Ia balas menyerang dengan meremas-remas kedua
payudara pengasuhnya ini, lalu mempermainkan putingnya.
“Aduh Den.. enak sekali. Den Andre pinter.. uugghh!” erang Bi Eha kenikmatan.
Bi Eha benar-benar menyukai anak ini. Ia ingin memberikan yang terbaik
buat majikan mudanya ini. Ingin memberikan kenikmatan yang tak akan
pernah ia lupakan. Ia yakin Andre masih perjaka tulen. Bi Eha semakin
terangsang membayangkan nikmatnya semburan cairan mani perjaka. Lalu ia
mendorong tubuh Andre hingga telentang lurus di ranjang dan mulai
menciuminya dari atas hingga bawah. Lidahnya menyapu-nyapu di sekitar
kemaluan Andre. Melumat batang yang sudah tegak bagai besi tiang pancang
dan megulumnya dengan penuh nafsu.
Tubuh Andre berguncang keras merasakan nikmatnya cumbuan yang begitu
lihai. Apalagi saat lidah Bi Eha mempermainkan biji pelernya, kemudian
melata-lata ke sekujur batang kemaluannya. Andre merasakan bagian bawah
perutnya berkedut-kedut akibat jilatan itu. Bahkan saking enaknya, Andre
merasa tak sanggup lagi menahan desakan yang akan menyembur dari ujung
moncong kemaluannya. Bi Eha rupanya merasakan hal itu. Ia tak
menginginkannya. Dengan cepat ia melepaskan kulumannya dan langsung
memencet pangkal batang kemaluan Andre sehingga tidak langsung
menyembur.
“Akh Bi.. kenapa?” Tanya Andre bingung karena barusan ia merasakan air maninya akan muncrat tapi tiba-tiba tidak jadi.
“Nggak apa-apa. Tenang saja, Den. Biar tambah enak,” jawabnya seraya naik ke atas tubuh Andre.
Dengan posisi jongkok dan kedua kaki mengangkang, Bi Eha mengarahkan
batang kontol Andre persis ke arah liang mem*knya. Perlahan-lahan tubuh
Bi Eha turun sambil memegang kontol Andre yang sudah mulai masuk.
“Uugghh.. enak nggak Den?”
“Aduuhh.. Bi Eha.. sedaapphh..! ” pekiknya.
Andre merasakan batang kontolnya seperti disedot liang mem*k Bi Eha.
Terasa sekali kedutan-kedutannya. Ia lalu menggerakan pantatnya naik
turun. Konotlnya bergerak ceapt keluar masuk liang nikmat itu. Bi Eha
tak mau kalah. Pantatnya bergoyang ke kanan-kiri mengimbangi tusukan
kontol Andre.
“Auugghh Deenn..uueennaakk! ” jerit Bi Eha seperti kesetanan.
“Terus Den, jangan berhenti. Ya tusuk ke situ.. auughgg.. aakkhh..”
Andre mempercepat gerakannya karena mulai merasakan air maninya akan muncrat.
“Bi.. saya mau keluaarr..” Jeritnya.
“Iya Den.. ayo.. keluarin aja. Bibi juga mau keluar.. ya terusshh.. oohh teruss..” katanya tersengal-sengal.
Andre mencoba bertahan sekuat tenaga dan terus menggenjot liang mem*k Bi
Eha dengan tusukan bertubi-tubi sampai akhirnya kewalahan menghadapi
goyangan pinggul wanita berpengalaman ini. Badannya sampai terangkat ke
atas dan sambil memeluk tubuh Bi Eha erat-erat, Andre menyemburkan
cairan kentalnya berkali-kali.
“Crot.. croott.. crott!”
“Aaakkhh..” Bi Eha juga mengalami orgasme.
Sekujur tubuhnya bergetar hebat dalam pelukan erat Andre.
“Ooohh.. Deenn.. hebat sekali..”
Kedua insan yang tengah lupa daratan ini bergulingan di atas ranjang
merasakan sisa-sisa akhir dari kenikmatan ini. Nafas mereka
tersengal-sengal. Peluh membasahi seluruh tubuh mereka meski udara malam
di luar cukup dingin. Nampak senyum Bi Eha mengembang di bibirnya.
Penuh dengan kepuasan. Ia melirik genit kepada Andre.
“Gimana Den. Enak khan?”
“Iya Bi, enak sekali,” jawab Andre seraya memeluk Bi Eha.
Tangannya mencolek nakal ke buah dada Bi Eha yang menggelantung persis di depan mukanya.
“Ih Aden nakal,” katanya semakin genit.
Tangan Bi Eha kembali merayap ke arah batang kontol Andre yang sudah
lemas. Mengelus-elus perlahan hingga batang itu mulai memperlihatkan
kembali kehidupannya.
“Bibi isep lagi ya Den?”
Andre hanya bisa mengangguk dan kembali merasakan hangatnya mulut Bi Eha
ketika mengulum kontolnya. Mereka kembali bercumbu tanpa mengenal waktu
dan baru berhenti ketika terdengar kokok ayam bersahutan. Andre
meninggalkan kamar Bi Eha dengan tubuh lunglai. Habis sudah tenaganya
karena bercinta semalaman. Tapi nampak wajahnya berseri-seri karena
malam itu ia sudah merasakan pengalaman yang luar biasa.
No comments:
Post a Comment